Suatu hari sepulang kuliah aku
duduk-duduk sendiri di depan kampus seperti biasanya menunggu angkutan umum.
Aku melihat seseorang turun dari motor merahnya dan datang menghampiriku.
Tiba-tiba dia duduk di sampingku dan langsung membuka pembicaraan tanpa menyapa
ataupun berkenalan terlebih dahulu. Dia bercerita tentang banyak hal. Awalnya
aku berpikir orang ini aneh, karena dengan tiba-tiba bercerita banyak hal
padaku bahkan aku tak tahu siapa dia. Sebagai pendengar yang baik aku hanya diam
dan sesekali menanggapi ceritanya. Beberapa menit telah berlalu, lalu dia
menghentikan ceritanya saat temanku datang. Saat itu juga aku berpikir,
ternyata dia menunggu temanku.

Hari-hari berikutnya pun sama
seperti waktu itu. Dan sampai pada suatu hari ada sesuatu yang membuatku
bingung. Saat temanku datang, dia sama sekali tidak mengucapkan sapatah kata
pun dan langsung pergi dengan temanku. Hari berikutnya pun sama, tapi ku
biarkan saja karena itu bukan urusanku.
Hingga sampai pada hari yang membuatku
bingung, dia datang dan aku tahu kalau temanku sudah pulang. Aku berpikir
mungkin dia terlambat menjemput temanku. Tapi ada yang aneh dengan sikapnya
saat itu, dia bahkan tidak menanyakan apakah temanku sudah pulang atau belum. Mungkin dia sudah tahu, tapi kenapa dia
masih di sini? Pikirku saat itu. Kami pun mengobrol seperti biasa, dan aku
sama sekali tak menanyakan hal itu padanya.
Hari selanjutnya aku melihatnya
lagi, dan seperti biasa dia menghampiriku dan kami mengobrol. Lagi-lagi aku
merasa bingung, saat temanku datang dia sama sekali tidak menyapa temanku dan
membiarkannya pergi. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati ada apa sebenarnya
antara mereka berdua? Tapi aku diam saja karena aku tahu itu bukan urusanku,
atau karena aku memang orang yang cuek?
Sampai pada suatu hari, seperti
biasa dia menghampiriku dan mengobrol. Tapi tiba-tiba dia mengatakan sesuatu
yang tak pernah ku sangka, bahkan aku tak pernah berpikir kalau dia akan
mengatakan hal itu padaku. Dia menyatakan perasaannya padaku. Seketika aku diam
tak tahu harus berkata apa. Dia pun diam seperti menanti jawaban dariku. Selama
beberapa menit kami diam tak ada yang bicara sepatah katapun. Lalu aku pergi
meninggalkannya saat bus yang ku tunggu tiba tanpa berkata apapun. Dia pun
membiarkan aku pergi dan juga tak berkata apapun. Aku pikir dia marah padaku.
Hari setelah hari itu, aku tak
melihatnya lagi. Aku mulai berpikir bahwa dia marah dan kecewa padaku karena
tak memberi jawaban padanya. Aku mulai merasa bersalah, mungkinkah hubungannya dengan
temanku menjadi begini karena aku? Aku bahkan tak tahu kenapa dia tiba-tiba
mengatakan hal itu padaku, aku bahkan tak begitu mengenalnya. Aku hanya tahu
dia dari cerita yang ia ceritakan padaku. Mungkin memang benar, aku terlalu
cuek.
Tiga hari setelah hari itu aku
melihatnya lagi. Dia turun dari motornya, datang menghampiriku dan menanyakan
soal pertanyaannya waktu itu yang sebenarnya aku tak tahu kalau itu adalah
sebuah pertanyaan. Aku berpikir mungkin selama tiga hari ini dia tidak ke sini
karena dia memberikanku waktu untuk memikirkan jawabannya, itulah tebakanku.
Tapi sampai hari itu aku bahkan tak menyiapkan jawaban apapun. Aku berterus
terang padanya kalau aku sama sekali tak memikirkan hal itu untuk saat ini dan
meminta maaf padanya. Mungkin itu bisa dikatakan sebagai suatu penolakan
baginya. Aku melihat setitik kekecewaan di wajahnya, tapi sepertinya dia
berusaha menyembunyikannya. Dia hanya bisa berkata aku hargai keputusanmu dan
maaf aku telah mengganggumu dengan pertanyaanku ini. Aku pun berkata semoga
kita bisa menjadi teman baik sambil tersenyum. Lalu dia pergi meninggalkanku.
Hari-hari setelah hari penolakan itu
aku tidak melihatnya lagi. Ku pikir mungkin dia masih marah padaku, jadi aku
tak mau mengganggunya. Tapi mungkin suatu hari aku harus meminta maaf lagi
padanya karena aku masih merasa bersalah, entah karena penolakanku atau
hubungannya dengan temanku.
Hari ini aku memutuskan untuk
meminta maaf lagi padanya. Tapi belum sempat aku meminta maaf, ternyata itu
semua sudah terlambat. Dia sudah pergi untuk selamanya. Aku hanya mendapatkan
sebuah surat yang dia tulis sebelum kepergiannya. Surat itu ditujukan untukku.
Ternyata selama ini dia memang sudah menyimpan perasaan itu padaku sejak lama
dan aku baru mengetahuinya dari surat itu. Lalu soal hubungannya dengan temanku
itu, sebenarnya dia telah dijodohkan dengan temanku, tapi mereka tidak menerima
perjodohan itu dan memutuskan untuk menjadi teman saja. Dan sebenarnya kalau
waktu itu aku menerimanya dia ingin bertemu dengan kedua orang tuaku. Seketika
aku tak bisa menahan air mataku yang keluar begitu saja. Inginnya aku menyesal
dan menerima ajakannya waktu itu, namun itu tak ada gunanya. Aku hanya berusaha
untuk mengikhlaskan kepergiannya. Dan mungkin dia memang bukan jodohku.
No comments:
Post a Comment